KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
PEDOMAN
PENGEMBANGAN INSTRUMEN DAN
PENILAIAN RANAH AFEKTIF
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM
2003 – 2004
Rev. Akhir
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat taufiq, rahmat, dan hidayahNya, buku Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian ranah Afektif telah selesai disusun. Buku pedoman ini ditujukan kepada para guru serta pengelola pendidikan untuk mengembangkan instrumen afektif serta cara melakukan penilaiannnya. Ranah afektif merupakan bagian tujuan pembelajaran peserta didik dan memiliki hubungan yang positif dengan pencapaian ranah kognitif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian atas pencapaian ranah afektif.
Pembuatan pedoman ini mengunakan pendekatan teoritis dan empiris. Pendekatan teoritis dilakukan melalui kajian sejumlah buku-buku teks dan jurnal-jurnal yang membahas penilaian ranah afektif. Pendekatan empiris dilakukan melalui validasi pedoman ini kepada sejumlah guru serta kepala sekolah. Validasi pedoman dilakukan di enam propinsi yaitu Bengkulu, Kalimantan Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu diharapkan buku ini bisa digunakan oleh para guru serta pengelola pendidikan dalam mengembangkan instrumen dan menilai ranah afektif.
Terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberi masukan demi sempurnanya buku ini. Walaupun demikian, kami yakin buku ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran demi sempurnanya buku ini sangat kami harapkan.
Jakarta, Oktober 2003
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAN JUDUL ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
II. PENGERTIAN AFEKTIF ................................................................... 4
III. PERINGKAT RANAH AFEKTIF ....................................................... 5
IV. KRITERIA RANAH AFEKTIF ........................................................... 7
V. KARAKTERISTIK RANAH AFEKTIF................................................ 7
VI. PENGEMBANGAN INSTRUMEN .................................................... 10
VII. OBSERVASI ......................................................................................... 27
VIII. KESIMPULAN ................................................................................... 27
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 29
I. PENDAHULUAN
Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah. Tiga ranah ini adalah kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada dua ranah, yaitu kemampuan berpikir dan keterampilan, namun tingkatannya dari satu peserta didik ke peserta didik yang lain bisa berbeda. Ada peserta didik atau peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir yang tinggi, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikirnya biasa, demikian pula keterampilannya juga biasa, tidak ada yang menonjol. Namun jarang sekali ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikirnya rendah dan keterampilannya rendah. Karena apabila demikian, sulit bagi peserta didik untuk bisa hidup di masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Hal ini merupakan keadilan dari Tuhan YME, sehingga tiap peserta didik memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Mempelajari setiap pelajaran memerlukan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir termasuk pada ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, kemampuan mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan yang penting pada ranah kognitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah yang ada di lapangan. Kemampuan ini sering disebut dengan kemampuan mentransfer pengetahuan ke berbagai situasi sesuai dengan konteksnya. Hal ini berkaitan dengan pembelajaran kontekstual. Hampir semua mata pelajaran berkaitan dengan kemampuan kognitif, karena di dalamnya diperlukan kemampuan berpikir untuk memahaminya.
Kemampuan yang ke dua adalah keterampilan psikomotor, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Peringkat kemampuan psikomotorik ada lima, yaitu: 1) gerakan reflek, 2) gerakan dasar, 3) kemampuan perseptual, 4) kemampuan fisik, gerakan terampil, dan 5) komunikasi nondiskursip (Sax, 1980:76). Gerakan reflek adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Peserta didik yang telah mencapai kompetensi dasar pada ranah ini mampu melakukan tugas dalam bentuk keterampilan sesuai dengan standar atau kriteria.
Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan kemampuan motor atau gerak. Kemampuan fisik merupakan kemampuan untuk mengembangkan gerakan yang terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang mampu dilakukan peserta didik sehingga menghasilkan produk yang optimal, seperti keterampilan melakukan gerak tari, keterampilan menendang bola, keterampilan mengenderai sepeda atau sepeda motor. Untuk mencapai gerakan terampil, peserta didik harus belajar secara sistematik melalui langkah-langkah tertentu. Gerakan yang telah dipelajari peserta didik akan tersimpan lama dalam sistem memori dan saraf peserta didik, sehingga apabila peserta didik salah dalam memperlajari gerakan psikomotor maka sulit untuk memperbaiknya. Oleh karena itu guru harus merancang dengan baik pembelajaran psikomotor sehingga mencapai standar.
Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mengucapkan kata-kata dalam mempelajari bahasa asing. Seperti ketika peserta didik belajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggeris. Gerakan ini mencakup gerakan lidah, penempatan lidah dan tekanan suara, sehingga peserta didik dapat mengucapkan berbagai kata dengan benar.
Mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, pendidikan seni, serta pelajaran lain yang memerlukan praktik. Kegiatan pada pelajaran yang berkaitan dengan ranah psikomotor selalu berhubungan dengan gerak anggota badan atau indera. Gerakan anggota badan peserta didik melalui tahapan tertentu. Setiap tahapan memiliki kunci gerakan, seperti gerakan memukul bola tenis, gerakan membuka busi speda motor, gerakan melakukan tari, gerakan mematri komponen elektronika, dan sebagainya.
Kecakapan hidup sebagai bagian dari kompetensi lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) dalam proses pembelajaran melekat pada semua mata pelajaran. Beberapa kompetensi kecakapan hidup yang berkaitan dengan ranah afektif adalah tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kecapakan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yaitu dengan menentukan pengalaman belajar yang tepat. Semua warga belajar harus ikut serta membantu proses pembelajaran peserta didik. Lingkungan sekolah harus dirancang untuk mendukung pencapaian kompetensi kecakapan hidup. Sebagian kompetensi kecakapan hidup berkaitan erat dengan ranah afektif, seperti disiplin, komitmen, kerjasama, sikap sosial, dan sebagainya. Keberhasilan guru melaksanakan pembelajaran ranah afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan pedoman pengembangan instrumen ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Menururt Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai kerhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua guru harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik belajar pelajaran yang menjadi tanggungjawab guru. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua lembaga pendidikan dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan ranah afektif.
Hasil belajar akan bermanfaat bagi masyarakat bila para lulusan memiliki perilaku dan pandangan yang positif dalam ikut mensejahterahkan dan menenteramkan masyarakat. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif. Oleh karena itu, sekolah harus merancang pengalaman belajar peserta didik yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai.
II. PENGERTIAN AFEKTIF
Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan ketiga ranah tersebut merupakan hasil belajar.
Gambar 1 menunjukkan bahwa hasil belajar ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik masukannya, yaitu karakteristik peserta didiknya. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran yang penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positip terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan guru secara sistimatik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, guru dalam merancang program pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
Karakteristik Pembelajaran Hasil belajar
Peserta didik
Perilaku Peringkat dan tipe
|
Kecepatan belajar
Karakteristik
afektif Hasil afektif
Kualitas pembelajaran
Gambar 1. Ubahan utama sistem pembelajaran
III. PERINGKAT RANAH AFEKTIF
Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
A. Peringkat Receiving
Pada peringkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas guru adalah mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya guru mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positip.
B. Peringkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada peringkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada daerah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Peringkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
C. Peringkat Valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajad internalisasi dan komitmen. Derajad rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seprangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi.
D. Peringkat Organisasi
Pada peringkat organisasi, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
E. Peringkat Characterization
Peringkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada peringkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
IV. KRITERIA RANAH AFEKTIF
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku ini melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku ini harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif ini adalah: intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajad atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Selain itu sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain.
Arah berkaitan dengan orientasi positip atau negatif dari perasaan. Arah menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum.
Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pengajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa tegang bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target ketegangan adalah tes.
V. KARAKTERISTIK RANAH AFEKTIF
Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Lima tipe afektif ini yang akan dibahas dalam pedoman ini, khususnya tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi definisi konseptual, definisi operasional, dan penentuan indikator. Sesuai dengan karakteristik afektif yang terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan dibahas mencakup lima ranah, yaitu minat, sikap, konsep diri, nilai, dan moral.
A. Sikap
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positip atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Objek sekolah adalah sikap peserta didik terhadap sekolah, sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Ranah sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggeris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pelajaran bahasa Inggeris. Jadi sikap peserta didik setelah mengikuti pelajaran harus lebih positif dibanding sebelum mengikuti pelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Untuk itu guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positip.
B. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
C. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positip atau negatip, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari yang rendah sampai yang tinggi.
Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka bisa dipilih alternatif karir yang tepat bagi diri peserta didik. Selain itu informasi konsep diri ini penting bagi sekolah untuk memotivasi belajar peserta didik dengan tepat.
D. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap jelek. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedang suatu nilai mengacu pada keyakinan.
Menurut Andersen target nilai cenderung menjadi ide, tetapi sesuai dengan definisi dari Rokeach, target dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positip dan dapat negatip. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan idea sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya sekolah harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik dalam memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positip terhadap masyarakat.
E. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgment moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain. Perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun perasaan. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
F. Ranah Afektif Lain
Beberapa ranah afektif lain yang tergolong penting adalah:
a. Kejujuran: Peserta didik harus belajar untuk menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas: Peserta didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya moral, dan artitistik.
c. Adil: Peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan: Peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis harus memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimum kepada semua orang.
VI. PENGEMBANGAN INSTRUMEN
Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan isi program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.
Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan-diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan, reaksi psikologi, atau keduanya. Metode laporan-diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.
Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseeorang ditentukan watak dirinya dan kondisi lingkungan.
Instrumen afektif yang dibahas pada buku ini adalah sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan instrumen afektif, yaitu:
- Menentukan spesifikasi instrumen.
- Menulis instrumen.
- Menentukan skala instrumen
- Menentukan sistem penskoran
- Mentelaah instrumen
- Merakit instrumen.
- Melakukan ujicoba.
- Menganalisis hasil ujicoba
- Memperbaiki instrumen.
- Melaksanakan pengukuran.
- Menafsirkan hasil pengukuran
- Spesifikasi Instrumen
Spesifikasi instrumen terdiri dari tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam bidang pendidikan, ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu:
1. Instrumen sikap.
2. Instrumen minat.
3. Instrumen konsep diri.
4. Instrumen nilai.
5. Instrumen moral
Dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada empat hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Tujuan pengukuran
2. Kisi-kisi instrumen
3. Bentuk dan format instrumen
4. Panjang instrumen.
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, terhadap guru, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk peserta didik.
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Informasi karakteristik peserta didik diperoleh dari hasil pengukuran.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan akan perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri yaitu mengisi kuesioner. Hasil pengamatan bersama dengan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang.
Setelah tujuan pengukuran afektif ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi, juga disebut blue-print, merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu yang bisa diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa ditulis dua atau lebih butir instrumen. Salah satu format kisi-kisi instrumen afektif ditunjukkan Tabel 1.
- Penulisan Instrumen
Ada 5 (lima) ranah afektif yang biasa dinilai di sekolah, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen afektif. Hal ini akan dibahas berturut-turut di bawah ini.
1. Instrumen Sikap
Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespons secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap ini bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positip atau negatif terhadap suatu objek. Objek ini bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap siswa adalah melalui kuesioner.
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif
Definisi konseptual: Sikap adalah perasaan seseorang terhadap suatu objek.
Definisi operasional: Sikap adalah perasaan positip atau negatip terhadap suatu objek
No. | Indikator | Jumlah butir | Pertanyaan/Pernyataan | Skala |
1 | | | | |
2 | | | | |
3 | | | | |
4 | | | | |
5. | | | | |
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya adalah:
a. Membaca buku matematika
b. Belajar matematika
c. Interaksi dengan guru matematika
d. Mengerjakan tugas matematika
e. Diskusi tentang matematika
f. Memiliki buku matematika
Contoh kuesioner:
a. Saya senang membaca buku matematika
b. Tidak semua orang harus belajar matematika
c. Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
d. Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
e. Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
f. Matematika penting untuk semua peserta didik
2. Instrumen Minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran. Definisi konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk tujuan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek.
Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:
a. Catatan pelajaran matematika.
b. Usaha memahami matematika
c. Memiliki buku matematika
d. Kehadiran dalam pelajaran matematika
Contoh kuesioner:
a. Catatan pelajaran matematika saya lengkap
b. Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
c. Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum pelajaran matematika
d. Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
e. Saya senang mengerjakan soal matematika.
f. Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika
3. Instrumen Konsep diri
Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Hal ini berdasarkan informasi karakteristik peserta didik yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Definisi konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
Contoh indikator konsep diri adalah:
a. Mata pelajaran yang mudah dipahami
b. Kecepatan memahami mata pelajaran
c. Mata pelajaran yang dirasa sulit
d. Kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh instrumen:
a. Saya sulit mengikuti pelajaran matemeatika
b. Saya mudah memahami bahasa Inggeris
c. Saya mudah menghapal
d. Saya mampu membuat karangan yang baik
e. Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
f. Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
g. Saya mampu membuat karya seni yang baik
h. Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
4. Instrumen Nilai
Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotorik tidak akan memberi manfaat bagi masyarakat, apabila tidak diikuti dengan kempetensi afektif. Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan bisa baik, bila digunakan membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan tersebut digunakan untuk merugikan orang lain. Hal inilah letak pentingnya kemampuan afektif.
Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi nilai (value) peserta didik. Ada yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak. Ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Kesemua ini dipengaruhi nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk terhadap kegiatan tersebut.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagiamana ia berbuat atau keinginan berbuat. Hermin dan Simon memasukkan pada bagian nilai seperti keyakinan, sikap, aktivitas atau perasaan yang memuaskan, antar lain yang didukung dan terpadu dengan perilaku yang sesungguhnya serta berulang dalam kehidupan seseorang. Jadi nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau suatu objek. Definsi operasional, nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik, kayakinan tentang kinerja guru. Kemungknan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan perubahan.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan.
Contoh indikator nilai adalah:
a. Keyakinan akan peran sekolah
b. Keyakinan atas keberhasilan peserta didik
c. Keyakinan atas kemampuan guru.
d. Keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh kuesioner tentang nilai peserta didik:
a. Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan.
b. Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum.
c. Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
d. Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
e. Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
f. Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah karena atas usahanya.
Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, nilai, dan dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat terjadinya kegiatan belajar dan mengajar. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, guru harus menyiapkan diri untuk mencatat setiap tindakan yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator ranah afektif peserta didik. Untuk itu perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur.
5. Instrumen Moral
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Moral didefinisikan sebagai pendapat, tindakan yang dinaggap baik dan yang dianggap tidak baik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi di atas adalah:
a. Memegang janji
b. Kepedulian terhadap orang lain
c. Kepedulian terhadap tugas-tugas
d. Kejujuran
Contoh instrumen moral
a. Bila berjanji pada teman saya, tidak harus selalu menepati.
b. Bila berjanji kepada orang yang lebih tua saya berusaha menepatinya.
c. Bila berjanji pada anak kecil saya tidak harus selalu menepatinya.
d. Bila menghadapi kesulitan saya selalu minta bantuan orang lain.
e. Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan saya berusaha membantunya.
f. Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
g. Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
h. Bila bertemu guru saya, saya selalu menyapanya, walau ia tidak melihat saya.
i. Saya selalu bercerita tentang hal yang menyenangkan teman saya, walau tidak seluruhnya benar.
j. Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
- Skala Instrumen
Secara garis besar skala instrumen yang sering digunakan dalam penelitian, yaitu Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik. Skala Thurstone terdiri dri 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang paling kecil bernilai 1.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Sejarah
7 6 5 4 3 2 1
1. Saya senang belajar Sejarah !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
2. Pelajaran sejarah bermanfaat !.......!. . ...!......! …..! ... ..!.......!.......!
3. Saya berusaha hadir tiap pelajaran sejarah !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
4. Saya berusaha memiliki buku pel.sejarah !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
5. Pelajaran sejarah membosankan !...... !. . ...!......! …..! ... ..!. .....!.......!
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika
4 3 2 1
1. Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS
2. Pelajaran matematika sulit SS S TS STS
3. Tidak semua harus belajar matematika SS S TS STS
4. Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS
5. Sekolah saya menyenangkan SS S TS STS
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh skala Beda semantik:
Pelajaran sejarah
7 6 5 4 3 2 1
Menyenangkan !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Membosankan
Sulit !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Mudah
Bermanfaat !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Sia-sia
Menantang !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Menjemukan
Banyak !.......!.......!........!........!........!.......!.......! Sedikit
- Sistem Penskoran
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir adalah 7 dan yang terkecil adalah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, skor tertinggi tiap butir adalah 5 dan yang terendah adalah 1.
Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk mengatasi hal tersebut skala Likert hanya menggunakan 4 (empat ) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden, yaitu:
Sangat setuju – setuju - tidak setuju - sangat tidak setuju
4 3 2 1
Selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat klas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat klas terhadap suatu mata pelajaran.
- Telaah Instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah meniliti tentang: a) apakah butir pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan apa sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, dan c) apakah butir peranyaaan atau pernyataan tidak bias, d) apakah format instrumen menarik untuk dibaca, e) apakah pedoman menjawab atau mengisi instrumen jealas, dan f) apakah jumlah butir sudah tepat sehinggga tidak menjemukan menjawabnya.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan atau pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata.
Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positip atau negatif.
Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar guru setuju semua peserta didik yang menempuh ulangan akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ulangan lulus semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian guru setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua?
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu:
a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan..
- Merakit Instrumen
Setelah isntrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen, urutan pertanyaan atu pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisi instrrumen. Format instrumen sebaiknya tidak terlalu padat. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan atau pernyataan instrumen sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawabnya atau mengisinya
- Ujicoba Instrumen
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah siswa SMA, maka sampelnya juga siswa SMA. Ukuran sampel yang diperlukan adalah minimal 30 siswa, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.
Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu yang saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bawah pengisian instrumen bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah sekitar 30 menit atau kurang.
- Analisis Hasil Ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan atau pernyataan. Apabila skala isntrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 5, maka instrumen ini bisa diharapkan menjadi instrumen yang baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak biak Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, yaitu korelasi antara skor butir dengan skor total, maka butir instrumen tergolong baik.
good shared.tp.saran saya mbok di kasih sumber bro..saya bingung ini karya sendiri apa copy paste
BalasHapus